Kamis, 18 Oktober 2012

Satu Kambing Bisa untuk Qurban Satu Keluarga

Sedikit keanehan yang kami temui pada sebagian orang. Setiap tahun ada yang bergiliran qurban, yang pertama untuk bapaknya, tahun berikut untuk ibunya, lalu tahun berikut dapat giliran anaknya. Padahal sebenarnya satu qurban semisal satu kambing atau 1/7 dari urunan sapi bisa diniatkan untuk satu keluarga. Namun kalau mau berqurban lebih karena jumlah anggota keluarga banyak, maka itu boleh bahkan lebih afdhol. Simak bahasan berikut.
Dalil yang mendukung pernyataan di atas, dari ‘Atho’ bin Yasar, ia berkata,
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
“Aku pernah bertanya pada Ayyub Al Anshori, bagaimana qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berqurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan qurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmidzi no. 1505, shahih)

Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits ini adalah dalil tegas bahwa satu kambing bisa digunakan untuk berqurban satu orang beserta keluarganya, walau jumlah anggota keluarga tersebut banyak. Inilah yang benar.”
Al Hafizh Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Ma’ad berkata, “Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, satu kambing sah untuk qurban satu orang beserta keluarganya walau jumlah mereka banyak.”
Asy Syaukani mengatakan, “Yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” Beliau sebutkan hal ini dalam Nailul Author.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’ berkata, “Kolektif dalam pahala qurban tidaklah terbatas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban untuk seluruh umatnya. Ada juga seseorang (di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang berqurban dengan satu kambing untuk dirinya beserta keluarganya walau jumlahnya 100.”
Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Ada keluarga terdiri dari 22 anggota. Mereka tinggal di satu rumah dan yang beri nafkah pun satu orang. Di hari Idul Adha yang penuh berkah, mereka berencana berqurban dengan satu qurban. Apakah seperti ini sah atau mesti dengan dua qurban?”
Jawaban para ulama yang duduk di Lajnah, “Jika anggota keluarga banyak dan berada dalam satu rumah, maka boleh saja berqurban dengan satu qurban. Akan tetapi jika bisa berqurban lebih dari satu, itu lebih afdhol.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 11: 408).
Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi: Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 45916
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 9 Dzulqo’dah 1433 H
www.rumaysho.com

Senin, 08 Oktober 2012

Memahami Makna Idul Kurban

Memahami Makna Idul Kurban

Rabu, 17 November 2010, 20:20 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Merupakan kehendak Allah SWT, semua bentuk ibadah dalam Islam memiliki hikmah dan landasan filosofis. Hari raya senantiasa tiba seusai umat Islam melaksanakan ibadah  cukup berat.
Idul Fitri datang setelah ibadah puasa Ramadhan. Idul Kurban tiba setelah umat Islam beramal saleh selama 10 pertama Dzulhijjah dan puasa Arafah. Esensi hari raya hanyalah peristirahatan sebentar setelah perjalanan ibadah yang berat atau hadiah kemenangan dari Allah untuk kaum Mukminin yang telah sukses melawan godaan setan.

Hari raya bukanlah peristiwa tahunan untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan ketaatan sebagaimana yang sering disalahpahami sejumlah orang. Setiap insan hanyalah sebagai hamba Allah dalam segala ucapan dan perbuatannya. Agama tidak menginginkan seorang hamba kehilangan hubungannya dengan Allah walau sekejap.

Kehidupan Muslim bagaikan perjalanan panjang yang ditempuhnya, sekali-sekali istirahat sebentar untuk kemudian melanjutkan perjalanan perjuangan spiritual dan kehidupannya yang lurus dan bersih. Istirahat sebentar itu adalah hari raya, yang di dalamnya diperbolehkan bergembira ria dengan berbagai hiburan yang mubah (dibolehkan).

Itulah sebabnya, dalam bahasa Arab disebut dengan 'id' yang artinya senantiasa kembali dengan membawa kebahagiaan, kegembiraan, dan kelapangan.  

Hari raya dalam perspektif Islam harus diisi dengan berbagai nasihat, syiar, dan ibadah yang mengandung nilai-nilai sosial, di samping merupakan kesempatan untuk membahagiakan  setiap insan di muka bumi. Allah SWT telah mengaitkan Idul Adha ini dengan nilai sosial yang abadi dalam bentuk pengorbanan.

Pengorbanan artinya menyerahkan sesuatu yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkannya. Pada hari raya ini dan hari-hari tasyrik, Allah mensyariatkan bagi yang mampu untuk menyembelih hewan kurban yang dibagikan kepada fakir miskin, karib kerabat, dan sebagian untuk keluarganya sebagai upaya menebar kebahagiaan di muka bumi.

Dalam syariat kurban terkandung makna pengokohan ikatan sosial yang dilandasi kasih sayang, pengorbanan untuk kebahagiaan orang lain, ketulusikhlasan, dan amalan baik lainnya yang mencerminkan ketakwaan.

Kilasan esensi ini diungkap Allah dalam surah al-Hajj ayat 37, "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik."

Di antara nilai sosial yang harus menghiasi setiap Muslim pada hari raya adalah menghilangkan berbagai bentuk kedengkian dan iri hati dalam diri, melupakan macam-macam permusuhan dan pertentangan, serta kita tingkatkan kepedulian kepada saudara-saudara kita yang tertimpa musibah.

Mari bersama mengorbankan hawa nafsu, membuang sikap individualistis dan fanatis mekelompok, demi ukhuwah insaniyah. Dengan Idul Kurban, kita teladani Ibrahim dan Ismail AS, serta bersama menebar kasih sayang.