Minggu, 31 Agustus 2014

Sinyal - Sinyal Kematian

Sinyal-Sinyal Kematian

Kamis, 21 Agustus 2014, 13:10 WIB

 

Komentar : 2

 

 

 

apakabardunia.com

Kematian/ilustrasi

Kematian/ilustrasi

 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Makmun Nawawi

Suatu hari, Iyas bin Qatadah, pemimpin Bani Tamim, melihat bulu jenggotnya sudah putih. Ia pun berucap: “Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari perkara (petaka atau kematian) secara mendadak. Kulihat kematian sudah menuntutku dan aku tak bisa mengelak darinya.”


 

Kemudian, ia pun keluar menemui masyarakatnya, seraya berseru: “Wahai kaum Bani Tamim, aku sungguh sudah memberikan masa mudaku untuk kalian maka hendaknya kalian memberikan untukku di masa tuaku. Mengapa kalian tak bisa memperlihatkan kepadaku perihal krusial dan mendesaknya kebutuhan; kematian ini begitu dekat denganku.”


 

Kemudian, ia mengibaskan surbannya, menyendiri, lalu meminta izin kepada kaumnya untuk fokus beribadah kepada Rabb-nya, dan tidak melibatkan diri dalam percaturan kekuasaan, hingga meninggal.


 

Sinyal-sinyal dari kerentaan usia, yang sekaligus merupakan salah satu indikasi dari dekatnya seseorang akan kematian, kerap hadir di hadapan kita.


 

Misalnya, anak-cucu yang sudah beringsut dewasa, kulit yang sudah mengeriput, gigi yang sudah mulai tanggal satu demi satu, tulang mengalami osteoporosis yang selanjutnya mengakibatkan nyeri, menurunnya daya pendengaran, indra pengecap, dan daya ingat (memori). Demikian pula dengan tumbuhnya uban di bulu-bulu kita.


 

Melalui narasi di atas, bagaimana Iyas bin Qatadah, pemimpin Bani Tamim, begitu cerdas menangkap sinyal-sinyal kematian itu dengan hadirnya uban di jenggotnya.


 

Maka, berbahagialah kita yang tersadarkan dengan segenap fase kehidupan yang mau tidak mau mesti kita jalani, sehingga babak kehidupan kita pun berakhir dengan indah. Sebaliknya, hati-hatilah, jika semua itu sama sekali tidak menorehkan keinsyapan pada kita, sehingga “makin tua justru makin jadi”.


 

Allah berfirman: “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (ar-Rum: 54).


 

Sedang, Nabi SAW bersabda: “Janganlah mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja yang beruban dalam Islam, walaupun sehelai, maka dengan uban itu akan dicatat baginya satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan satu derajat.” (HR Ibnu Hibban).


 

Gemerlap jabatan dan kekuasaan (al-jah) memang acap kali meninabobokan manusia, sehingga dia bebal untuk mengingat kematian. Itulah sebabnya mengapa banyak guru spiritual mewanti-wanti agar seseorang tidak tersandung dalam jebakan ini.


 

Bahwa, kekuasaan juga merupakan wahana bagi sang hamba untuk lebih banyak beramal saleh memang benar. Tapi, banyak tokoh politik dan pemimpin terkapar di dalamnya adalah fakta yang sulit dibantah, sehingga dia terpasung dalam janji-janji muluk yang diikrarkannya sendiri dan sifat amanah pun menjadi jauh sekali.


 

Sosok Iyas bin Qatadah sebagai pemimpin, moga bisa menginspirasi para tokoh politik kita, sehingga akhir hidupnya sungguh memesona, ia sukses dalam menjalin hubungan dengan sesama dan Rabb-nya.

Tidak ada komentar: