Gaji
Jumat, 22 Februari 2013, 02:00 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Syahruddin El-Fikri
Abu Bakar ash-Shiddiq adalah khalifah pertama dalam Islam. Suatu hari, istrinya datang menemuinya dan menyatakan keinginannya untuk membeli manisan. Ia pun mengajukan hal itu kepada suaminya. Namun, Abu Bakar menjawab dirinya tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli manisan tersebut.
Gaji Abu Bakar sebagai khalifah sebesar 2.500 dirham per tahun (take home pay/THP). Jika dikonversi ke rupiah per 21 Februari 2013, gajinya setara dengan Rp 175 juta per tahun (kurs satu dirham sekitar Rp 70 ribu).
Dalam sebulan, Abu Bakar menerima gaji sebesar Rp 14.583.333. Sebagai khalifah, Abu Bakar memerintah wilayah kekuasaan Islam mulai dari Arab Saudi, Mesir, Irak, hingga Suriah.
Istrinya meminta izin kepada Abu Bakar untuk menghemat uang belanja sehari-hari dan menabungnya. Beberapa hari kemudian, ketika uang yang dikumpulkan dirasa telah cukup untuk membeli manisan, istrinya menyerahkan uang itu kepada Abu Bakar dan memohon agar dibelikan manisan.
Namun, bukannya membeli manisan, uang tersebut justru membuat Abu Bakar bersedih. Abu Bakar merasa uang tunjangannya terlalu banyak. Ia pun bergegas ke baitul mal dan mengembalikan uang yang sudah dikumpulkan istrinya.
Abu Bakar meminta pihak pengelola baitul mal agar mengurangi uang tunjangannya sejumlah uang yang bisa dihemat oleh istrinya. Namun, pengelola baitul mal tak diam begitu saja. Mereka mencoba merinci besaran gaji khalifah.
Setelah dihitung-hitung, gaji Abu Bakar sangat kecil, mereka pun kemudian menaikkannya menjadi 6.000 dirham per tahun atau 500 dirham per bulan. Tetap saja Abu Bakar tak setuju dengan kenaikan gaji itu. Ia malah mengembalikan uang sisa gaji per bulan ke kas negara (baitul mal).
Hal serupa juga dilakukan khalifah dari Dinasti Umayyah, Umar bin Abdul Aziz. Suatu hari, istri Umar memberinya sepotong roti. Roti itu sangat membangkitkan selera.
Ia pun bertanya kepada istrinya, asal muasal roti itu dan sumber dana yang digunakan. Umar bin Abdul Aziz selalu menjaga dirinya dari makanan yang tidak halal.
Istrinya menyampaikan bahwa roti itu dibuatnya sendiri dari uang yang didapatkan Umar sebagai khalifah. “Jumlahnya hanya 3,5 dirham dari uang yang aku sisihkan 0,5 dirham setiap harinya,” kata istrinya.
Mendengar hal itu, tenanglah hati Umar. Roti yang akan dinikmatinya berasal dari sumber yang halal. Namun ia tetap gelisah. Sebab, uang yang disisihkan istrinya sangat jauh dari cukup. Ia pun memanggil bendahara Baitul Mal agar mengurangi gajinya sebesar 0,5 dirham per harinya.
Bagi Umar, jika kebutuhan sehari-hari hanya tiga dirham, mengapa harus dibayar sebesar Rp 3,5 dirham. Kalau istilah sekarang, remunerasi-memberikan sesuatu yang lebih atas kinerja yang baik.
Demi menyenangkan istrinya, Umar berjanji akan mengganti harga roti yang dibuatkan istrinya itu dengan cara menjaga hati dan perutnya dari kekenyangan. Maksudnya, Umar bin Abdul Aziz akan menggantinya dengan berpuasa.
Umar menginginkan dirinya bisa tenang dari gangguan perasaan dan hawa nafsu, karena telah menggunakan harta yang berlebihan. Ia juga tidak ingin menggunakan uang umat demi kepentingan pribadi. Ia tidak ingin menikmati kesenangan, sementara rakyatnya dalam keadaan lapar. Wallahu a'lam. n
Abu Bakar ash-Shiddiq adalah khalifah pertama dalam Islam. Suatu hari, istrinya datang menemuinya dan menyatakan keinginannya untuk membeli manisan. Ia pun mengajukan hal itu kepada suaminya. Namun, Abu Bakar menjawab dirinya tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli manisan tersebut.
Gaji Abu Bakar sebagai khalifah sebesar 2.500 dirham per tahun (take home pay/THP). Jika dikonversi ke rupiah per 21 Februari 2013, gajinya setara dengan Rp 175 juta per tahun (kurs satu dirham sekitar Rp 70 ribu).
Dalam sebulan, Abu Bakar menerima gaji sebesar Rp 14.583.333. Sebagai khalifah, Abu Bakar memerintah wilayah kekuasaan Islam mulai dari Arab Saudi, Mesir, Irak, hingga Suriah.
Istrinya meminta izin kepada Abu Bakar untuk menghemat uang belanja sehari-hari dan menabungnya. Beberapa hari kemudian, ketika uang yang dikumpulkan dirasa telah cukup untuk membeli manisan, istrinya menyerahkan uang itu kepada Abu Bakar dan memohon agar dibelikan manisan.
Namun, bukannya membeli manisan, uang tersebut justru membuat Abu Bakar bersedih. Abu Bakar merasa uang tunjangannya terlalu banyak. Ia pun bergegas ke baitul mal dan mengembalikan uang yang sudah dikumpulkan istrinya.
Abu Bakar meminta pihak pengelola baitul mal agar mengurangi uang tunjangannya sejumlah uang yang bisa dihemat oleh istrinya. Namun, pengelola baitul mal tak diam begitu saja. Mereka mencoba merinci besaran gaji khalifah.
Setelah dihitung-hitung, gaji Abu Bakar sangat kecil, mereka pun kemudian menaikkannya menjadi 6.000 dirham per tahun atau 500 dirham per bulan. Tetap saja Abu Bakar tak setuju dengan kenaikan gaji itu. Ia malah mengembalikan uang sisa gaji per bulan ke kas negara (baitul mal).
Hal serupa juga dilakukan khalifah dari Dinasti Umayyah, Umar bin Abdul Aziz. Suatu hari, istri Umar memberinya sepotong roti. Roti itu sangat membangkitkan selera.
Ia pun bertanya kepada istrinya, asal muasal roti itu dan sumber dana yang digunakan. Umar bin Abdul Aziz selalu menjaga dirinya dari makanan yang tidak halal.
Istrinya menyampaikan bahwa roti itu dibuatnya sendiri dari uang yang didapatkan Umar sebagai khalifah. “Jumlahnya hanya 3,5 dirham dari uang yang aku sisihkan 0,5 dirham setiap harinya,” kata istrinya.
Mendengar hal itu, tenanglah hati Umar. Roti yang akan dinikmatinya berasal dari sumber yang halal. Namun ia tetap gelisah. Sebab, uang yang disisihkan istrinya sangat jauh dari cukup. Ia pun memanggil bendahara Baitul Mal agar mengurangi gajinya sebesar 0,5 dirham per harinya.
Bagi Umar, jika kebutuhan sehari-hari hanya tiga dirham, mengapa harus dibayar sebesar Rp 3,5 dirham. Kalau istilah sekarang, remunerasi-memberikan sesuatu yang lebih atas kinerja yang baik.
Demi menyenangkan istrinya, Umar berjanji akan mengganti harga roti yang dibuatkan istrinya itu dengan cara menjaga hati dan perutnya dari kekenyangan. Maksudnya, Umar bin Abdul Aziz akan menggantinya dengan berpuasa.
Umar menginginkan dirinya bisa tenang dari gangguan perasaan dan hawa nafsu, karena telah menggunakan harta yang berlebihan. Ia juga tidak ingin menggunakan uang umat demi kepentingan pribadi. Ia tidak ingin menikmati kesenangan, sementara rakyatnya dalam keadaan lapar. Wallahu a'lam. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar