Suara Merdeka, 16 Maret 2011
Siswa Tak Paham Pendidikan Karakter
SEMARANG- Pendidikan karakter hingga kini dinilai belum diimplementasikan secara penuh. Masih banyak guru belum memberikan penanaman kebiasaan tentang hal mana yang baik. Akibatnya, peserta didik belum banyak yang paham perihal mana yang benar dan salah, mampu merasakan nilai yang baik, dan biasa melakukannya dalam aktivitas sehari-hari.Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Pengembangan Profesi Guru Kemdiknas Dr Unifah Rosyidi MPd dalam Seminar Nasional Pendidikan Karakter yang diadakan BEM Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Semarang di aula lt VI kampus Jl Lontar Semarang, Sabtu (14/3).
Acara dimoderatori Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru SD Joko Suliyanto SPd MPd. Menurutnya, di era globalisasi semacam ini pendidikan karakter menjadi amat penting diajarkan guna menepis berbagai dampak negatif yang bisa memengaruhi watak dan moral peserta didik.
Dalam hal ini, guru menjadi penentu utama. Untuk itu, diperlukan guru yang berkompeten dan mampu membaca kondisi peserta didik. Harapannya, pembelajaran mengedepankan dialogis dan selalu ada interaksi dua arah.
Meski guru berperan sentral, kata Unifah, peran keluarga dan masyarakat sekitar tak bisa diabaikan. Seluruh stakeholder harus diberdayakan agar bisa berperan aktif dalam pendidikan karakter.
“Perilaku berkarakter harus dibina dan dikuatkan dengan penanaman nilai-nilai kehidupan agar menjadi budaya,” ungkapnya.
Perihal pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan, pihaknya memberikan panduan agar diintegrasikan ke dalam kegiatan belajar-mengajar setiap mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, olahraga, karya tulis, serta pembiasaan dalam kehidupan di satuan pendidikan.
“Perlu dicatat bahwa pendidikan karakter pada dasarnya bisa dilakukan melalui pembelajaran kontekstual, pengembangan budaya sekolah, kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah atau masyarakat,” tandasnya.
di keluarga
Di sisi lain, Dosen Universitas Negeri Yogyakarta Dr Suroso MPd MTh menjelaskan, pendidikan karakter yang pertama dan utama tidak dilaksanakan dalam pendidikan formal, melainkan dalam pendidikan informal di keluarga, baru meluas ke masyarakat dan bangsa.
Pendidikan karakter, tutur dia, tidak bisa dijadikan terobosan apalagi bersifat instan atau seketika.
“Pembentukan karakter yang mantap tidak muncul hanya dilakukan di sekolah. Namun, bisa dilakukan di sekolah dengan menyosialisasikan dan melakukan karakter utama seperti solidaritas, toleransi, penghargaan, kejujuran, dan tanggung jawab dalam masyarakat multikultural yang mencintai sesama,” ujarnya.
Cara efektif membangun karakter peserta didik, menurut Suroso, di antaranya dengan mengenalkan karakter tokoh dalam kitab suci, pembelajaran dari cerita rakyat, mengenalkan para tokoh melalui biografi, belajar dari kehidupan sehari-hari warga kurang mampu, dan media massa.
Selain itu, melaksanakan pendidikan karakter sesuai konteks budaya dan memantau terus perkembangan pendidikan karakter. (H70-37)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar