Rabu, 30 November 2011 | 14:46 WIB
TEMPO.CO, Bogor - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistio meminta pemerintah menetapkan standar minimum gaji guru honorer. "Kami berharap guru honorer diangkat, tapi itu berat," katanya saat memberi sambutan pada peringatan Hari Guru Nasional dan Hari Ulang Tahun ke-66 PGRI di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu 30 November 2011.
Sulistio menyampaikan aspirasi para guru ini di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menghadiri acara itu. Dia berterima kasih kepada pemerintah karena menaikkan anggaran pendidikan hingga 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Namun kebijakan menaikkan anggaran itu tak diiringi dengan kebijakan untuk guru honorer. Tak adanya standar gaji guru honorer membuat gaji guru-guru yang belum diangkat jadi pegawai negeri ini tak jelas dan beda-beda tiap sekolah.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah berjanji akan mengangkat guru honorer sebelum 2015, tapi tak ada pembicaraan soal standar gaji guru honorer. Syaratnya, harus sarjana strata 1 atau D-4 dan mengantongi sertifikasi guru. Setelah 2015 tak ada lagi guru yang bukan sarjana.
Pengangkatan guru honorer itu dilakukan bertahap. Tahun ini 160 ribu guru honorer diangkat. Tahun depan jumlah naik dengan mengangkat 720 ribu guru menjadi pegawai negeri sipil. Karena itu pada 2015 anggaran tunjangan profesi naik menjadi Rp 60 triliun.
Rabu, 30 November 2011
Guru Honorer Bisa Diangkat Jadi PNS, asal...
JAKARTA, KOMPAS.com —(Senin, 28 November 2011 ) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, pemerintah terus berupaya menjamin kesejahteraan para guru, baik guru pegawai negeri sipil, guru swasta, maupun guru-guru honorer. Oleh karena itu, kata dia, terdapat kebijakan mengenai tunjangan profesi dan bantuan untuk guru nonpegawai negeri sipil (non-PNS).
Akan tetapi, guru-guru non-PNS, khususnya para guru honorer, baru menerima seluruh tunjangan tersebut jika memenuhi dua syarat utama, yaitu kualifikasi dan kompetensi.
"Persoalannya bukan sebatas diangkat atau tidak diangkat, melainkan apakah guru-guru honorer itu memenuhi dua syarat utama," kata Nuh, akhir pekan lalu di Jakarta.
Persoalannya bukan sebatas diangkat atau tidak diangkat, melainkan apakah guru-guru honorer itu memenuhi dua syarat utama
-- M Nuh
Syarat kualifikasi, Nuh menjelaskan, apakah para guru honorer sudah menempuh jenjang pendidikan D-4 atau S-1. Jika belum, maka guru-guru honorer tidak akan bisa diangkat menjadi guru PNS karena tersandung oleh undang-undang tentang guru dan dosen, yang mensyaratkan guru PNS harus dan telah menempuh program pendidikan D-4 atau S-1.
Syarat kedua agar diangkat menjadi guru PNS, lanjutnya, para guru honorer terlebih dahulu harus lulus uji kompetensi. Tanpa uji kompetensi, menurut Nuh, hasil dari pengangkatan dikhawatirkan akan mengorbankan para peserta didik karena berkaitan dengan kualitas pengajar.
"Apa kita rela para siswa diajar oleh guru yang tidak kompeten? Terlebih jika peserta didik itu adalah anak kita. Saya ingin memenuhi harapan mereka, tetapi harus dipenuhi juga syarat utamanya. Jika memenuhi, maka pasti kami angkat karena kita masih membutuhkan banyak guru," ungkapnya.
Untuk mempersiapkan guru yang bermutu, saat ini ada sekitar 3.500 calon guru yang tengah dididik secara khusus. Para calon guru tersebut adalah mereka para mahasiswa semester ketujuh dan kedelapan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Mahasiswa para calon guru tersebut adalah mereka yang mendapatkan beasiswa setelah lolos serangkaian tahap seleksi.
"Mahasiswa para calon guru tersebut telah kami asramakan agar pendidikannya lebih optimal, layak, dan siap diterjunkan. Kenapa kami ambil mahasiswa semester akhir? ini karena mereka akan segera lulus, dan kita sudah terdesak oleh kebutuhan," kata Nuh
Akan tetapi, guru-guru non-PNS, khususnya para guru honorer, baru menerima seluruh tunjangan tersebut jika memenuhi dua syarat utama, yaitu kualifikasi dan kompetensi.
"Persoalannya bukan sebatas diangkat atau tidak diangkat, melainkan apakah guru-guru honorer itu memenuhi dua syarat utama," kata Nuh, akhir pekan lalu di Jakarta.
Persoalannya bukan sebatas diangkat atau tidak diangkat, melainkan apakah guru-guru honorer itu memenuhi dua syarat utama
-- M Nuh
Syarat kualifikasi, Nuh menjelaskan, apakah para guru honorer sudah menempuh jenjang pendidikan D-4 atau S-1. Jika belum, maka guru-guru honorer tidak akan bisa diangkat menjadi guru PNS karena tersandung oleh undang-undang tentang guru dan dosen, yang mensyaratkan guru PNS harus dan telah menempuh program pendidikan D-4 atau S-1.
Syarat kedua agar diangkat menjadi guru PNS, lanjutnya, para guru honorer terlebih dahulu harus lulus uji kompetensi. Tanpa uji kompetensi, menurut Nuh, hasil dari pengangkatan dikhawatirkan akan mengorbankan para peserta didik karena berkaitan dengan kualitas pengajar.
"Apa kita rela para siswa diajar oleh guru yang tidak kompeten? Terlebih jika peserta didik itu adalah anak kita. Saya ingin memenuhi harapan mereka, tetapi harus dipenuhi juga syarat utamanya. Jika memenuhi, maka pasti kami angkat karena kita masih membutuhkan banyak guru," ungkapnya.
Untuk mempersiapkan guru yang bermutu, saat ini ada sekitar 3.500 calon guru yang tengah dididik secara khusus. Para calon guru tersebut adalah mereka para mahasiswa semester ketujuh dan kedelapan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Mahasiswa para calon guru tersebut adalah mereka yang mendapatkan beasiswa setelah lolos serangkaian tahap seleksi.
"Mahasiswa para calon guru tersebut telah kami asramakan agar pendidikannya lebih optimal, layak, dan siap diterjunkan. Kenapa kami ambil mahasiswa semester akhir? ini karena mereka akan segera lulus, dan kita sudah terdesak oleh kebutuhan," kata Nuh
2012, Distribusi Guru Libatkan Lima Kementerian
JAKARTA, KOMPAS.com (Minggu, 27 November 2011)— Mulai Januari 2012, lima kementerian sepakat untuk melakukan penataan dan pemerataan guru pegawai negeri sipil (PNS). Hal itu dilakukan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan yang merata di seluruh Indonesia.
"Kesepakatan lima menteri ini sudah ditandatangani melalui peraturan bersama. Ini tindak lanjut dari instruksi Presiden mengenai regulasi pemerataan distribusi guru yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh, Jumat (25/11/2011) di Kemdikbud, Jakarta.
Lima kementerian itu adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Kemdikbud, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Nuh, tujuan perumusan peraturan bersama ini adalah meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan guru, khususnya pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini nonformal dan informal (PAUDNI) dapat terpenuhi.
"Dengan diberlakukannya desentralisasi pemerintahan, daerah perlu melakukan pengelolaan guru dengan lebih cermat lagi, terutama dalam masalah perencanaan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaan guru," ujarnya.
Nuh mengakui, persoalan distribusi guru hingga kini masih timpang sehingga terkesan bahwa persoalan mendasar tentang guru ada pada kekurangan jumlah yang bersifat menahun.
Padahal, lanjut Nuh, fakta menunjukkan bahwa rasio guru-siswa Indonesia terbilang sangat cukup, bahkan cukup baik, jika dibandingkan dengan beberapa negara maju lainnya. Namun, pendistribusian guru belumlah merata.
"Penataan ini jadi penting karena jumlah guru yang memasuki masa pensiun hingga 2014 cukup besar, sementara rasio guru-siswa cukup baik. Semua memerlukan perencanaan yang matang," ujarnya.
Nuh mengatakan, peraturan bersama tentang penataan dan pemerataan guru PNS tak hanya mengatur tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan tersebut juga mengatur soal sanksi bagi yang tidak melaksanakannya.
"Sanksi akan diberikan kepada daerah yang tidak melakukan penataan dan pemerataan guru yang berpegang pada rekomendasi Kemdikbud," ungkapnya.
Sanksi itu, lanjut Nuh, bisa berupa penghentian sebagian bantuan finansial fungsi pendidikan. Kemdikbud akan memberi rekomendasi kepada Kemdagri untuk menjatuhkan sanksi kepada bupati/wali kota atau gubernur yang melakukan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di daerahnya.
Sementara itu, Kemenpan dan RB akan menunda pemberian formasi guru PNS kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi sesuai ketentuan.
Adapun Kementerian Keuangan akan memberi sanksi berupa penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kesepakatan lima menteri ini sudah ditandatangani melalui peraturan bersama. Ini tindak lanjut dari instruksi Presiden mengenai regulasi pemerataan distribusi guru yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh, Jumat (25/11/2011) di Kemdikbud, Jakarta.
Lima kementerian itu adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Kemdikbud, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Nuh, tujuan perumusan peraturan bersama ini adalah meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan guru, khususnya pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini nonformal dan informal (PAUDNI) dapat terpenuhi.
"Dengan diberlakukannya desentralisasi pemerintahan, daerah perlu melakukan pengelolaan guru dengan lebih cermat lagi, terutama dalam masalah perencanaan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaan guru," ujarnya.
Nuh mengakui, persoalan distribusi guru hingga kini masih timpang sehingga terkesan bahwa persoalan mendasar tentang guru ada pada kekurangan jumlah yang bersifat menahun.
Padahal, lanjut Nuh, fakta menunjukkan bahwa rasio guru-siswa Indonesia terbilang sangat cukup, bahkan cukup baik, jika dibandingkan dengan beberapa negara maju lainnya. Namun, pendistribusian guru belumlah merata.
"Penataan ini jadi penting karena jumlah guru yang memasuki masa pensiun hingga 2014 cukup besar, sementara rasio guru-siswa cukup baik. Semua memerlukan perencanaan yang matang," ujarnya.
Nuh mengatakan, peraturan bersama tentang penataan dan pemerataan guru PNS tak hanya mengatur tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan tersebut juga mengatur soal sanksi bagi yang tidak melaksanakannya.
"Sanksi akan diberikan kepada daerah yang tidak melakukan penataan dan pemerataan guru yang berpegang pada rekomendasi Kemdikbud," ungkapnya.
Sanksi itu, lanjut Nuh, bisa berupa penghentian sebagian bantuan finansial fungsi pendidikan. Kemdikbud akan memberi rekomendasi kepada Kemdagri untuk menjatuhkan sanksi kepada bupati/wali kota atau gubernur yang melakukan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di daerahnya.
Sementara itu, Kemenpan dan RB akan menunda pemberian formasi guru PNS kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi sesuai ketentuan.
Adapun Kementerian Keuangan akan memberi sanksi berupa penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai ketentuan yang berlaku.
Jumat, 18 November 2011
Sertifikasi Profesi Bakal Singkirkan Guru Senior
JAKARTA (Suara Karya): Rencana uji kompetensi bagi para guru untuk mendapat sertifikasi profesi pada tahun 2012, dinilai Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo bakal "menyingkirkan" guru berusia diatas 50 tahun. Pengalaman selama ini menunjukkan guru senior sering kesulitan dalam mengerjakan soal ujian.
"Semakin tinggi usia semakin sulit untuk mengingat. Ini alamiah. Saya khawatir, guru usia diatas 50 tahun banyak yang tak lulus kompetensi," kata Sulistiyo kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (15/11).
Menurut Sulistiyo, pelaksanaan uji kompetensi tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 74 Tahun 2008 tentang Guru. Dalam PP tersebut ada kewajiban bagi pemerintah untuk memberi pelatihan dan pembinaan bagi guru. Seharusnya pemerintah melakukan pelatihan dan pembinaan terlebih dahulu, baru melakukan uji kompetensi.
"Uji kompetensi sebenarnya buat apa. Uji semacam itu hanya cocok bagi guru usia muda. Karena itu, kita lihat saja apakah uji kompetensi pada 2012 ini berhasil atau tidak.
Tetapi jika uji kompetensi hanya untuk mengendalikan jumlah penerima tunjangan sertifikasi, ini sudah tidak benar," katanya menegaskan. Ia menambahkan, penentuan sertifikasi harus dilakukan berdasarkan sejumlah kriteria, yaitu dimulai dari usia. Namun, bagi guru diatas 50 tahun dana ujian kompetensi sebaiknya dialihkan untuk pelatihan dan pembinaan agar kualitas mereka semakin baik.
"Kalau guru diatas 50 tahun tidak lolos seleksi, lantas mau dikemanakan mereka. Mereka tak perlu ikut seleksi lagi, tetapi langsung mendapat sertifikat. Nah guru dibawah 50 tahun saja yang diwajibkan untuk ikut uji kompetensi," tuturnya.
Kendati demikian, Sulistiyo tetap setuju jika sistem sertifikasi tahun 2012 dilakukan secara online. Artinya, lanjut dia, penetapan urutan itu bukan lagi kewenangan kabupaten/kota tetapi sudah diatur oleh pemerintah pusat.
"Tapi sayangnya, banyak ditemukan bahwa banyak guru yang bawa data ke petugas dinas, namun petugas tersebut tidak mau meng-update data guru tersebut. Disinyalir para petugas meminta uang kepada para guru untuk biaya update," katanya menandaskan. (Tri Wahyuni)
Ujian Kompetensi Tulis Belum Diketahui Guru
Semarang, CyberNews. Ujian kompetensi tulis sebagai salah satu faktor perubahan sistem sertifikasi pada jalur pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) belum banyak diketahui oleh guru. Para pendidik yang akan mengikuti sertifikasi melalui jalur PLPG pada 2012 mendatang mengharapkan sosialisasi atau informasi terkait perubahan tersebut baik dari dinas pendidikan, LPTK, maupun organisasi profesi guru.
Ujian kompetensi tulis untuk jalur PLPG yang akan menguji kemampuan atau kompetensi profesional dan pedagogik ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 mendatang, sementara proses sertifikasi dilakukan Mei hingga Agustus 2012. Akan tetapi, menurut pengakuan sejumlah guru yang akan menjadi peserta sertifikasi mereka belum mengetahui informasi mengenai ujian kompetensi tersebut.
Dwi Indarwati (34) mengaku, dirinya belum mendapat informasi tentang ujian kompetensi tulis tersebut. Sebab, hingga saat ini dia hanya mempersiapkan untuk proses PLPG saja.
"Untuk proses PLPG saya menyiapkan tentang bagaimana membuat silabus, rencana praktek pembelajaran, dan penelitian tindakan kelas. Namun, kalau soal ujian tulis saya tidak tahu," ungkap guru SMP Filial 23 Wonoplumbon Semarang ini.
Dwi yang telah mengabdi sebagai pendidik sejak 2001 ini sudah mencari tahu melalui website, tapi syarat atau ketentuan mengenai ujian tulis belum ada. "Dengan waktu yang sangat mepet ini, seharusnya kebijakan tersebut sudah disampaikan kepada calon peserta sertifikasi. Caranya bisa melalui website atau dinas pendidikan dapat memberi tahukan secara tertulis," tutur guru Matematika ini.
Akan tetapi, Dwi menyarankan lebih baik diinformasikan secara tertulis, mengingat tidak semua guru calon peserta sertifikasi 2012 yang akan melaksanakan ujian tulis berada di sekolah tengah kota. Pasalnya, di sekolah filial di mana dia mengabdi akses untuk internet sangat sulit sekali, sehingga surat atau informasi tertulis akan lebih efektif.
Setali tiga uang dengan Dwi, Irno Prakosa (30) juga menyampaikan, persiapan mengikuti sertifikasi PLPG sudah dilakukannya. Namun, informasi tentang ujian tulis baru diketahui beberapa hari yang lalu melalui media massa.
"Saya tahu informasi akan ada ujian tulis sebelum PLPG dari kawan dan membaca koran. Akan tetapi, setelah saya cek di LPTK info, syarat, atau ketentuan itu belum ada. Hal ini tentu saja membingungkan, mengingat waktu PLPG 2012 sebentar lagi," kata guru IT SMA 7 Semarang ini.
Jepang Buka Beasiswa Bagi Guru Indonesia
VIVAnews - Kedutaan Besar Jepang membuka penawaran beasiswa pemerintah Jepang Monbukagakusho untuk tahun akademik 2012. Kesempatan terbuka bagi para guru Warga Negara Indonesia (WNI) yang ingin memperdalam bidangnya sebagai mahasiswa program penataran guru non gelar di berbagai universitas di Jepang.
Berdasarkan pernyataan dari Kedutaan Besar Jepang yang diterima VIVAnews, Senin 7 November 2011, lama waktu belajar nantinya akan berjalan selama 1,5 tahun terhitung sejak bulan Oktober 2012. Durasi tersebut sudah termasuk enam bulan belajar bahasa Jepang.
Persyaratannya, pelamar adalah lulusan D4 atau S1 dan harus berusia di bawah 35 tahun pada tanggal 1 April 2012. Selain itu, pelamar merupakan guru yang mengajar secara aktif di SD, SMP, SMA, dan telah mengajar lebih dari lima tahun di lembaga pendidikan formal pada tanggal 1 April 2012.
Keterangan lebih lanjut mengenai beasiswa Monbukagakusho dapat diperoleh di Kedubes Jepang (bagian Pendidikan, 021-31924308 ext. 175/176); Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya, Denpasar, Medan; serta Kantor Konsuler Jepang di Makassar.
Dokumen beasiswa juga dapat diunduh dari situs web Kedubes Jepang di http://www.id.emb-japan.go.jp/ Dokumen lamaran sudah harus diterima oleh Kedubes Jepang bagian Pendidikan sebelum tanggal 27 Januari 2012, dapat diserahkan secara langsung atau dikirim melalui pos.
Langganan:
Postingan (Atom)